Jacob Ereste
Kisah mobil oplet yang mulai menimbulkan masalah, sungguh menjadi cerita yang memilukan. Betapa tidak, setelah lama nongkrong parkir di belakang rumah. Tiba-tiba seluruh keluarga dikejutkan bila oplet rongsokan itu mau dioperasinalkan lagi seperti dulu. Tentu saja seluruh anggota keluarga yang paham ikhwal oplet rongsok itu hendak segera dioperasikan lagi dengan trayek yang baru, segenap anggota keluarga memang tidak sedikit yang berharap dengan beragam cemas serta penuh pengharapan.
Walhasil, mulailah oplet tua itu didorong keluar dari garasi dari belakang rumah. Semua anggota keluarga pun berdo'a. Bahkan ada yang sempat melontarkan inisiatif agar lebih dahulu dibuatkan semacam nasi kuning untuk meruatnya, agar jangan sampai kuwalat. Maklumlah, oplet tua itu semacam peninggalan para leluhur yang sudah "berdarah-darah" meruat dan merawatnya hingga menjadi semacam barang peninggalan pusaka yang sudah menyimpan banyak legenda.
Ibarat bangunan cagar budaya yang berkramat, oplet tua itu boleh saja direnovasi tanpa merubah bentuk maupun warna tampilan khasnya yang sudah menjadi bagian dari trade mark-nya.
Cilakanya justru semua dirombak habis layak membangun rumah baru. Jadi praktis rumah lama pun dibubarkan. Tak terpakai. Lalu PPKB dari oplet tua itu atau surat- menyurat dari rumah yang sepatutnya cuma direnovasi saja itu, justru disulap begitu rupa hingga surat menyurat kepemilikannya pun sudah begitu gampang hendak dipindah tangankan.
Begitulah kisah oplet tua kami itu, kata sebagian besar anggota dan aktivus maupun fungsionaris Serikat Buruh Sejahtera Indonesia yang lantang dan tegas menyatakan bahwa Partai Buruh yang baru dideklarasikan pada 4-5 Oktober 2021 itu bukan milik Serikat Buruh Sejahtera Indonesia yang dipimpin oleh Profesor Dr. Muchtar Pakpahan SH,
., MA., yang kemudian digantikan oleh Johannes Dartha Pakpahan SH., MA. Atas dasar itu maka DPP K.SBSI secara resmi megeluarkan surat pernyataan dikap No. 6.202/Eks/X/2021 yang intinya menyatakan keberadaan Partai Buruh dan Kongres Partai yang dilaksakan pada 4-5 Oktober 2021 di Horel Grand Cempaka Jakarta, maka : (1) Pengurus dan Anggota (K) SBSI yang terlibat di dalam Partai Buruh bertindak atas nama pribadi dan bujan mewskili (K) SBSI.
Berikutnya, (2) sesuai hasil keputusan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) (K) SBSI tentang Partai Buruh akan diputuskan pada Kongres (K) SBSI yang akan segera berlangsung pada 5-7 November 2021. Demikian pernyataan resmi DPP (K) SBSI yang ditanda tangani pada 6 Oktober 2021 di Jakarta oleh Ketua Umum DPP (K) SBSI, Johannes Dartha Pakpahan SH., MA da, Sekretaris Jendral Hendrik Hutagalung SH.
Jadi jelas, Partai Buruh yang mulai dipersengketakan itu ibaratnya seperti oplet tua yang sudah berubah wajah dan tampilannya, mungkkin juga hak kepemilikannya, sehingga saat sedang ngompreng, anggota keluarga SBSI yang merupakan pemilik sah dari oplet itu, mungkin saja kelak tak lagi dihiraukan. Apalagi sekedar untuk menumpang misalnya hendak berangkat ke suatu tempat, apakah masih diperkenankan. Lha, saat pesta besarnya saja -- Kongres -- tak seorang pun memperoleh pemberitahuan, apalagi undangan untuk sekedar "ngicip" menu sajiannya yang aduhai itu.
Pada prinsipnya, kehadiran partai buruh untuk ikut bertarung dalam arena politik yang tidak sehat selama ini patut didukung, setidaknya untuk ikut meredakan sikap culas yang abai pada etika, moral dan akhlak yang mulia. Maka itu, proses pembentukan, pembinaan atau bahkan pendidikan politik yang elegan dan fair harus didukung dan ditegakkan, meski harus kembali kalah. Sebab hidup dan kehidupan sepantasnya harus dapat ditata sebaik-baik mungkin agar bisa lebih beradab.
Jadi Partai Buruh itu ibarat oplet tua yang ngejogrok di gerasi, bisa saja diperbaiki dan direnovasi, tanpa harus membuat sengketa dan konflik baru. Sebab cara yang elegan beretika pun masih harus dipadu dengan sikap sopan yang santun, karena budaya politik itu, tak boleh cuma sekedar untuk menang sendiri. Sebab kalah dengan cara terhormat, tetap harus diyakini imbalannya membahagiakan juga. Dan kemenangan tidak akan lebih berarti dan juga tidak akan lebih bermanfaat, bila dilakukan secara culas dan curang.
Singkat cerita, andai saja Anda yang punya oplet tua di garasi itu hendak dioperasionalkan oleh seorang sopir yang profesional sekalipun, toh bila caranya sudah tidak baik dan melanggar etika, pasti pikiran bijak Anda yang sehat akan lebih suka memilih menunda saja, dari pada kelak yang sudah mulai terlihat akibatnya yang buruk itu akan terjadi juga. Apalagi kemudian tak ada jaminan yang tidak akan merepotkan kita sebagai pemilik oplet tua itu. Ya, lebih bijak kita kembalikan saja ngejogrok lagi di garasi. Toh, lebih aman dan tak ada resiko, apalagi jadi memusingkan kita.
Banten, 16 Oktober 2021